Karya Tulis Ilmiah Bab II


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

“Karya sastra adalah karya seni yang menawarkan sejumlah nilai di dalamnya, dan sangat wajar apabila manusia mencari, menggali nilai-nilai itu dari sebuah karya sastra.”(Sumardjo, 1999:34). Karya sastra adalah karya seni yang memiliki sejumlah nilai di dalamnya. Banyak orang yang menggali nilai nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.
Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan batin.Hiburan ini adalah jenis hiburan intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni. (Suban,2009:51).  Karya sastra memiliki manfaat yang cukup banyak bagi kehidupan karna di dalam karya sastra sang pengarang member kesadaran kepada sang pembaca tentang kebenaran kebenaran hidup. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai hiburan.
“Ada beberapa jenis karya sastra, diantaranya: (1) pantun, (2) syair, (3) gurindam, (4) puisi, (5) cerita pendek, (6) roman, (7) dongeng, (8) legenda, (9) naskah drama, dan (10) novel.” (Nyoman,2002:80) Ada beberapa jenis karya sastra, diantaranya adalah pantun, syair, gurindam, puisi, cerita pendek, roman, dongeng, legenda, naskah drama dan novel.
      Dalam sebuah karya sastra terdapat dua unsur penting, yang pertama adalah unsur ekstrinsik dan yang kedua adalah unsur intrinsik. “Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembentuk prosa yang berada di luar bangun cerita, tetapi keberadaannya menentukan terciptanya sebuah kisah atau cerita.” (Latif, 1994:70). Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membentuk prosa, tetapi unsur ini berada di luar cerita tersebut, tetapi keadaan itu berpengaruh dalam pembuatan cerita.
      “Unsur-unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra.Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita.Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.” (Nurgiyantoro, 2007:23). Unsur intrinsic adalah unsur yang membentuk suatu karya sastra.Unsur ini adalah unsur yang turut serta membangun cerita dari dalam cerita itu sendiri.Sebuah novel tidak akan terasa nyata apabila tidak mengandung unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik novel meliputi:
2.1. Sinopsis
“Sinopsis merupakan ringkasan cerita yang mengutamakan alur atau plot yang tepat dan menarik dari suatu cerpen, novel atau drama.” (Rosidi, 2009:52).Sinopsis adalah ringkasan dari sebuah cerita yang disajikan dengan bahasa sendiri tapi tetap memperhatikan kesesuaian urutan jalan cerita dengan jalan cerita yang asli.
2.2. Tema
      “Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita.Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.”(Aminuddin, 1984:107-108).Tema adalah gagasan utama yang mendasari sebuah ceritahal itu menunjukkan bahwa tema bak nyawa dalam sebuah cerita.Tema merupakan hubungan antara makna dan tujuan dari cerita.
      “Tema menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.” (Kosasih, 2012:60).Tema menyangkut segala persoalan di dalam kehidupan.Pengarang karya sastra dapat memilih tema apapun, seperti kemanusiaan, kekuasaan, kecemburuan, namun tema tidak hanya berhenti disitu.
2.3. Tokoh dan Penokohan
2.3.1. Tokoh
“Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.” (Sudjiman, 1988:16). Tokoh merupakan pelaku yang menjalankan suatu peristiwa di dalam cerita sehingga mampu menjadi suatu cerita yang utuh.
      “Jika dilihat dari fungsinya, tokoh dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: (1) protagonis, (2) antagonis, dan (3) tritagonis.(Hariyanto, 2000:10). Dilihat dari fungsinya, tokoh dibagi menjadi tiga yaitu tokoh protagonist, tokoh antagonis dan tokoh tritagonis.
2.3.2.1. Tokoh Protagonis
      “Tokoh protagonis adalah tokoh yang harus mewakili hal-hal positif dalam kebutuhan cerita. Tokoh ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik dan mederita sehingga akan menimbulkan simpati bagi penontonnya. Tokoh protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.” (Suban, 2009:68).         Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero–tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.


2.3.2.2. Tokoh Antagonis
      “Tokoh Antagonis adalah kebalikan dari tokoh protagonis. Tokoh dalam peran ini harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Tokoh antagonis ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antisipasi penonton.” (Suban, 2009:68). Tokoh antagonis dalam sebuah cerita selalu berlawanan dengan tokoh protagonist.Tokoh anatagonis adalah tokoh yang jahat dan kerap tidak disukai. Mereka (tokoh protagonis dan tokoh antagonis) tidak pernah akur.
2.3.2.3. Tokoh Tritagonis
      “Tokoh Tritagonis adalah tokoh pendamping. Baik untuk mendampingi tokoh protagonis maupun antagonis. Tokoh ini bisa menjadi pendukung atau penantang tokoh sentral, tetapi juga bisa menjadi penengah atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh yang didampinginya.” (Suban, 2000:68). Dalam beberapa novel, tokoh tritagonis bertindak sebagai pelerai tokoh protagonis dan tokoh antagonis sehingga perselisihan mereka dapat berakhir.
2.3.2. Penokohan
      “Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh tersebut, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut: (1) Teknik analitik, karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang, (2) Teknik dramatik, karakter tokoh dikemukakan melalui: (a) Penggambaran fisik dan perilaku tokoh. (b) Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, (c) Penggambaran tata kebahasaan tokoh, (d) Pengungkapan jalan pikiran tokoh, (e) Penggambaran oleh tokoh lain.” (Kosasih, 2012:68).Setiap tokoh mempunyai watak yang berbeda-beda. Hal tersebut bisa diketahui secara langsung melalui definisi pengarang atau secara tidak langsung yaitu melalui penggambaran fisik dan perilaku tokoh, lingkungan sekitar, tata bahasa tokoh, jalan pikiran tokoh, dan definisi atau pengilustrasian yang dilakukan oleh tokoh lain yang terlibat dalam cerita tersebut.
2.4. Plot / Alur
      “Peristiwa yang diatur atau diurutkan itu membangun tulang punggung cerita, itulah alur.Ada yang mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia.”(Widajat, 1994:86). Alur adalah peristiwa yang diatur dan diurutkan untuk membangun suatu cerita.Sebuah karya sastra tanpa alur akan terasa hampa, tidak ada awalan, tidak akan timbul persoalan, dan apabila tidak timbul persoalan makatidak ada penyelesaian.
      “Begitu juga apabila karya tersebut memiliki alur namun tidak mengandung konflik, cerita tersebut akan terasa begitu datar dan hambar.Intisari sebuah plot adalah konflik. Akan tetapi, sebuah konflik dalam cerita tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja.Harus ada dasarnya. Itulah sebabnya, plot sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut: (1) eksposisi atau perkenalan, (2) komplikasi atau permulaan konflik, (3) penanjakan konflik, (4) klimaks, (5) penyelesaian.” (Widajat, 1994:86).Alur dan konflik adalah unsur yang saling berkaitan. Alur tanpa konflik akan terasa hambar. Begitu pun sebaliknya, apabila ada konflik tanpa ada jalan cerita tidak dapat dipaparkan begitu saja.Alur dikupas menjadi beberapa elemen yaitu, eksposisi atau perkenalan, komplikasi atau permulaan konflik, penanjakan konflik, klimak, penyelesaian.
2.4.1. Eksposisi atau perkenalan
      “Pada tahap ini dijelaskan beberapa pelaku.Selain itu juga diceritakan di mana dan kapan cerita itu terjadi.”(Widajat, 1994:86).Tahap ini masih berupa permulaan.Dalam tahapan inilah keterangan-keterangan penting tentang tokoh dalam cerita yang masih ada hubungannya dengan tahapan berikutnya.Tahap ini masih berupa awalan, memperkenalkan tentang tokoh, latar belakangnya, masa kecil, dan hal-hal yang mendasar lainnya.
2.4.2. Komplikasi atau permulaan konflik
      “Pada tahap ini tokoh cerita mendapatkan berbagai kesulitan dan hambatan.Kesulitan atau hambatan itu bisa menyangkut fisik dan dapat pula berhubungan dengan batin yang dialami tokoh cerita tetapi intensitasnya masih lemah dan biasa-biasa saja.”(Widajat, 1994:86). Pada fase inilah mulai muncul permasalahan, namun intensitas dan kadar kesulitannya masih sedikit.
2.4.3. Penanjakan konflik
      “Penanjakan konflik timbul ketika mulai terjadi peristiwa ketika tokoh antagonis berusaha memaksakan keinginannya kepada pelaku protagonis.Sebaliknya, pelaku protagonis menolak pemaksaan tersebut sehingga konflik semakin meningkat.”(Widajat, 1994:86).Dengan kondisi yang seperti itu maka jalan cerita menjadi semakin runyam. Masalah yang sudah ada semakin berkembang
2.4.4. Klimaks
      “Pada tahap ini tokoh utama ingin memecahkan diri dari keruwetannya, tetapi keinginannya gagal karena tidak menemukan jalan untuk memenuhi idenya.Oleh sebab itu, tokoh utama tadi tetap pada kenyataan semula.”(Widajat, 1994:86).Pada tahap ini masalah yang telah ada berada pada puncaknya.Pada tahap ini pula perubahan-perubahan penting dalam hubungannya dengan nasib, sukses atau tidaknya tokoh utama dalam cerita itu dapat dilihat.
2.4.5. Penyelesaian
      “Di sini tokoh utama masih berusaha mencari jalan dari keruwetannya dalam situasi baru.Mungkin muncul orang ketiga yang menyebabkan beralihnya persoalan.Kehadiran orang ketiga ini memaksa tokoh utama memenuhi kewajiban yang belum diselesaikan.”(Widajat, 1994:86).Pada tahap ini masalah yang telah ada telah ditemukan jalan keluarnnya.Masalah yang ada dapat terselesaikan pada tahap ini.
2.5. Latar / Setting
      “Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita.Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang imajiner.Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita.Dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap dalam menerima pelaku ataupun kejadian-kejadian yang berada dalam latar itu.” (Kosasih, 2012:67).Latar merupakan tempat, waktu dan situasi yang ada di dalam cerita. Dengan adanya latar dapat memperkuat dan meyakinkan pembaca terhadap jalannya cerita
2.6. Sudut Pandang
      “Point of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang ini terdiri atas dua macam sebagai berikut: (1) Berperan langsung sebagai orang pertama, (2) Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.” (Kosasih, 2012:70-71).Sudut pandang adalah bagaimana pengarang menempatkan posisi dirinya di dalam cerita tersebut.Posisi pengarang ini ada dua, yaitu berperan langsung sebagai orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.
2.6.1. Posisi Pengarang dalam Membawakan Cerita
2.6.1.1. Berperan Langsung Sebagai Orang Pertama
      “Berperan langsung sebagai orang pertama,sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan.Pengarang menjadikan dirinya sebagai salah satu tokoh dalam cerita.Ia menggunakan sudut pandang atau cara bercerita orang pertama, terkadang bisa menjadi tokoh utama dan bisa menjadi tokoh sampingan.” (Kosasih, 2012:70-71).Pengarang berperan langsung dalam cerita tersebut.Disini pengarang menjadikan dirinya sebagai salah satu tokoh dalam cerita tersebut.
2.6.1.2. Hanya Sebagai Orang Ketiga Yang Berperan Sebagai Pengamat
      “Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat berarti pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi pada tokoh-tokohnya tanpa ia perlu masuk ke dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh.” (Kosasih, 2012:70-71). Pengarang tidak masuk dalam cerita tersebut, tetapi pengarang berperan sebagai pengamat cerita apa yang terjadi pada tokoh-tokoh.
2.7. Amanat
            “Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam cerpen akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskannya sampai tuntas” (Kosasih, 2012:71).Amanat adalah sebuah pesan yang disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui cerita di dalam karya sastra.Setiap cerita tentu mengandung pesan atau makna yang tersendiri.Amanat tidak disampaikan secara langsung oleh pengarangnya, namun disampaikan secara eksplisit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 Comments:

Posting Komentar