UAS Penulisan Kreatif

Surabaya, 7 Juli 2016

Assalamualaikum readers, lama tidak menulis di blog ini, huaaa rindunyaa. Matilah aku menahan rindu. Mungkin ini juga terbilang jadi tulisan pertamaku di tahun 2016 di blog ini, padahal ini sudah bulan Juli. 
Blog sehat? Apa sudah penuh sarang laba-laba? Maaf ya…

Sedikit bercerita, telah kulalui sepanjang semester ini dengan sepenuh hati, tugas semakin berat, langkah semakin gontai, tapi kamu tahu, ada satu mata kuliah yang selalu membuat hidupku terasa lebih hidup, kelas penulisan kreatif! Di kelas ini nggak ada yang namanya salah atau benar. Semuanya tentang rasa, oh my gosh senangnya!!!! 

Dan UAS mata kuliah ini mengharuskan kita untuk memaknai kata Kawruh Iku Genggem Dinegem Dadi, Ing Gelar Sak Jagad Ora Muat, paham? To be honest aku nggak paham, lha gimana, orang aku kebiasaan pake bahasa jawa yang low (baca: ngoko), eeh tiba-tiba dapat soal macam ini yang dinegem dinegem, but I have to understand it. Coba baca yaa, kira-kira kalau di Ms. Word ini 4 halaman. 
Love, 
Atikah Ayu


Kawruh Iku Genggem Dinegem Dadi, Ing Gelar Sak Jagad Ora Muat
Oleh: Atikah Ayu Taqiyyah (071411531004)

Terik mentari seharian ini sangatlah menyengat, angin pun hanya sesekali berhembus, ditambah lagi dengan kemacetan dan kepulan asap kendaraan yang terasa begitu menyesakkan pernapasan. Adra menempelkan bahu kanannya ke kepala, mengusap peluh yang menetes dari dahi hingga pipi dengan baju lusuh berwarna hitam yang tengah ia kenakan. Dengan membawa kentrung yang dipenuhi sticker berada di tangan kanannya, dan kantong bekas berwarna merah dengan tulisan Relaxa di tangan kirinya. Wajahnya tampak kuyu kelelahan, namun langkahnya tetap tegap. Kala lampu lalu lintas menyala merah ia turun ke jalanan, berhenti di samping mobil yang tengah menunggu lampu berganti, sembari  menyanyikan lagu-lagu lengkap dengan iringan kentrung. Dan ketika lampu menyala hijau ia segera menepi. Nada yang sesekali sumbang dan suara yang tak sampai tak menjadi masalah, asalkan sesuai dengan ketukan, pikirnya.
Begitulah kehidupan Adra sehari-hari, bermain akrab dengan kentrung, kantong bekas tempat permen, kendaraan, uang receh, lagu, dan debu. Mulai pagi hingga petang menjelang selalu menyanyi, hanya berhenti ketika warna lampu bergati. Jemarinya yang menebal akibat menggenjreng senar-senar kentrung tak lagi ia perhatikan. Yang ia pedulikan ialah mengumpulkan uang setiap hari untuk membeli makan untuk ibu, Putri dan Ain – kedua adiknya, dan untuk dirinya. Tak hanya itu, ia juga berupaya menyisihkan receh demi receh untuk memastikan agar Putri, adiknya tetap bisa bersekolah.
Putri kini berada di bangku kelas lima di sekolah dasar darurat yang didirikan di TPA Bantargebang. Sekalipun sekolah darurat, namun tetap saja untuk bisa bersekolah tetap harus membayar biaya operasional sekolah sebesar lima puluh ribu rupiah setiap bulannya. Mungkin lima puluh ribu per bulan bukanlah nominal yang berarti begitu besar untuk kalian, namun tidak bagi Adra. Bagi Adra, mengumpulkan uang sebesar lima puluh ribu tidaklah mudah. Seharian mengamen setidaknya ia mendapatkan uang enam puluh ribu rupiah, kemudian uang tersebut harus dipotong lima puluh persen untuk jatah bang Jack – sebutan untuk seorang preman yang menjadi bos di wilayahnya mengamen. Tinggalah tiga puluh ribu rupiah, untuk biaya hidupnya dan keluarganya setiap hari. Sebenarnya ia tak ingin memberi bagian untuk bang Jack, namun apa kalian tahu, jika tidak memberi jatah untuk bang Jack, maka habislah ia. Bisa saja ia pulang dengan wajah tak lagi sama, biru dimana-mana, atau bahkan hanya tinggal nama. Ini memang kisah ibu kota, di abad 21, namun di beberapa sudut ibu kota memang beginilah adanya, hukum rimba yang berlaku di dalamnya. Kalau kau bukan yang terkuat, maka kau tamat.
Ayahnya sudah meninggal sejak dua tahun lalu. Kepergian orang yang dicintai sekaligus tulang punggung, harapan keluarga membuat ibunya mengalami depresi berkepanjangan hingga saat ini, sehingga tidak memungkinkan bagi ibunya untuk dapat bekerja mengais rejeki. Tinggallah Adra yang harus berjuang mencari uang seorang diri. Dengan keadaan yang sedemikian rupa, tidaklah memungkinkan bagi Adra tetap melanjutkan sekolah. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah seusai menerima rapor, saat akan naik kelas enam SD, dengan begitu berat hati. Di kelas memang ia bukan anak yang terpandai, namun keinginannya, mimpi-mimpinya lah yang dulu membuat ia semangat untuk melanjutkan pendidikannya.
Ketika petang menjelang, segera ia bergerak menjauh dari jalanan menuju kolong jembatan layang. Disana telah berdiri seorang lelaki paruh baya yang berbadan tegap tinggi besar dengan kulit coklat gelap, dan baju berwarna hitam, ialah bang Jack. Receh demi receh dihitungnya, kali ini ia mendapatkan hasil sebesar tujuh puluh ribu yang kemudian dibagi dua dengan lelaki paruh baya itu. Maka pulanglah ia dengan membawa uang tiga puluh lima ribu rupiah. “Alhamdulillah, hari ini ada lebih lima ribu rupiah yang bisa aku sisihkan untuk sekolah dek Putri.” gumamnya dengan wajah cerah.
Sesampainya di rumah, selepas makan malam bersama ibu dan adik-adiknya, ia terduduk di dipan depan rumah. Disentuhnya kembali kentrung kesayangannya. Sudah usang memang, terlihat lebih usang lagi karena ada beberapa sticker yang seolah sudah enggan menempel di tubuh kentrung lawas itu. Entah sudah berapa lama ia dan kentrungnya berkawan, yang jelas tampilan kentrung itu sangat menunjukkan rupa kesetiaan, perjuangan, dan persahabatan Adra dan kentrungnya.
Satu demi satu sticker ia amati, ada yang bertuliskan Tool, Slipknot, Lamb of God, tetapi ada satu sticker yang paling mencolok perhatian, bukan karena bentuk tulisan atau warna yang indah, namun karena ada begitu banyak selotip transparan yang tertempel di atasnya, tanda perjuangan Adra untuk membuat sticker itu tetap setia menempel di kentrungnya. Ialah tempelan dengan bertuliskan satu kata, Anthrax. Tersenyum Adra sambil mengelus-elus tempelan itu. Ya, Adra memang sangat menyukai Anthrax, sebuah kelompok trash metal asal New York yang terbentuk sejak tahun 1984. Yang membuatnya jatuh hati dengan band ini bukan karena suara, maupun gaya jingkrak-jingkraknya di atas panggung, melainkan karena sebuah lagu yang dinyanyikan oleh band tersebut.
Fight! Take your piece and hold it. Make your piece and Stand up, you know what it means. Wake up, time to live your dreams!
Lirik lagu itu membuat Adra selalu ingat dengan mimpi, untuk tetap berani, dan membuatnya tetap hidup. Hari memang akan selalu sama baginya, sama warna, kelabu, tetap saja. Namun ketika ia teringat akan lagu itu, ia kembali teringat akan mimpi. Biarpun seandainya impianku nantinya tak terjadi, namun aku akan terus berjuang, agar adikku dapat mewujudkan mimpi, pikirnya.
Sementara itu di balik kusen pintu, Putri tengah mengamati abangnya yang sedang asyik  melihat kentrung, sesekali tersenyum, namun sorot matanya nanar. Paham benar Putri dengan momen seperti ini, abangnya sedang bermain dalam imaji, merindu mimpi. Rasa tak enak hati selalu muncul dalam diri Putri saat melihat abangnya seperti ini. Namun Putri tak bisa berbuat banyak, ia ingin membantu untuk meringankan beban, entah menjadi buruh cuci atau menjadi penjual keliling. Namun abangnya selalu melarang, abangnya hanya ingin adik perempuannya yang manis ini terus belajar untuk bisa menjadi seorang guru suatu hari nanti.
“Bang, masuk gih, sudah malam, banyak nyamuk.” Kata Putri memecahkan lamunan abangnya.
“Sebentar lagi ya dek. Kamu sudah selesai belajarnya dek?” jawab Adra
“Sudah bang. Sudah dua jam adek belajar. Doakan besok adek bisa mengerjakan ulangan dengan lancar dan dapat nilai bagus ya bang.” Kata Putri
“Aamiin. Sekali-sekali, ajarilah abang. Ceritakan apa yang tadi kamu pelajari dek, biar abang juga bisa sedikit-sedikit mengerti, biar abang juga pintar seperti adek abang, itung-itung juga adek bisa latihan mengajar jadi guru abang.”  Pinta Adra penuh goda pada adeknya. Putri pun tertawa dan duduk di samping abangnya dan menceritakan tentang apa yang baru saja ia pelajari.
“Tadi adek belajar tentang simple past tense bang. Simple past tense itu tatanan kalimat untuk menunjukkan waktu yang telah lampau” Lalu terlontarlah materi pelajaran bahasa inggris yang baru saja dipelajari oleh Putri malam itu.
Hari terus berganti hingga 13 Juni 2016, hari ulang tahun Adra yang tidak pernah terlupa oleh Putri. Ia telah menyiapkan hadiah yang kemudian diletakkannya di atas dipan di sebelah kentrung saat Adra tengah bersiap untuk mengais rejeki. Selepas meletakkan hadiah itu, Putri langsung bergegas pergi ke sekolahnya dengan riang gembira.
Alangkah terkejutnya Adra saat melihat di sebelah kentrungnya ada sebuah kotak pipih yang dibungkus dengan kertas berwarna merah dan terdapat secarik kertas putih dengan tulisan “Selamat Ulang Tahun Adra abangku. Nanti kalau besar, tetap jadi abangku, abang paling hebat, abang yang selalu jadi  nomor satu.” Bergetar hati Adra membaca tulisan Putri yang tersusun rapih dan dua kalimat yang begitu menyentuh. Setelah membaca ucapan, dibukanya bungkusan merah itu. Terkejut benar Adra melihat isi bungkusan itu. Sebuah buku tebal berisikan seluruh catatan pelajaran bahasa Inggris untuk kelas enam. Putri pun menyiapkan soal latihan untuk abangnya agar bisa berlatih setelah mempelajari materi yang dicatatkan Putri. Di awal halaman buku itu tertera curahan hati Putri.

Jakarta, 13 Juni 2016
Dari Putri untuk Abang
Bang, selamat ulang tahun ya bang. Semoga abang panjang umur, sehat selalu, dilindungi Allah, selalu kuat untuk semua tantangan kehidupan, selalu senang, semangat menyanyi, semangat menggenjreng kentrung kesayangan abang.
Putri senang walaupun keadaan kita susah, tapi abang tidak menyerah. Putri senang karena abang selalu ada untuk Putri, banyak berkorban untuk Putri, Ain, dan Ibu. Putri bangga abang selalu bersemangat setiap hari, abang berusaha menggantikan peran bapak. Abang selalu berjuang tanpa sekalipun pernah kalah. Putri belum bisa ngasih banyak bang. tapi semoga hadiah ini bisa berarti untuk abang.
Putri berusaha keras meminta kakak kelas dan guru Putri untuk mengajari materi lebih awal. Putri masih kelas lima, tapi Putri mau belajar untuk pelajaran kelas enam, supaya Putri bisa mengajar abang. Supaya abang tetap bisa belajar walaupun abang bekerja. Putri tahu abang mau Putri terus belajar, terus sekolah. Putri juga mau abang juga tetap belajar agar tak semakin tertinggal. Mulailah dari pelajaran bahasa Inggris, pelajaran yang paling abang suka. Kuharap abang bisa melanjutkan sekolah, agar bisa mewujudkan impian abang, menjadi guru bahasa inggris kelak kemudian hari.
Terima kasih bang, abang sudah mengajarkan Putri tentang banyak hal. Di sekolah Putri belajar tentang sains, matematika, bahasa. Di rumah abang mengajarkan Putri lebih banyak, tentang agama, tentang nilai-nilai kehidupan, tentang bahagia.
Abang selalu benar, pengetahuan tak hanya dari bangku sekolahan. Pengetahuan bisa didapatkan dari berbagai hal dari semua yang ada di sekitar kita, asalkan kita mampu memaknai. Abang ajari Putri tentang mandiri, abang ajari Putri tentang tegak berdiri, abang ajari Putri tentang pelangi. Terima kasih banyak untuk ilmumu bang.
Dari Putri,
adik Abang yang selalu sayang sama Abang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 Comments:

Posting Komentar