Dinner with Yunseo

Monday, February 18 2013

I didn't go anywhere with Yunseo today. Because we had a beautiful dinner in Major City's house. Yeah, we felt very happy there while the Major City didn't attend that event, but it's okay laah, we can enjoy it very much :3
Sparkling Surabaya Dance



With Cak dan Ning

In the Major City's House

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Amazing Journey with Yunseo

Sunday, February 17 2013

Qualla! This is the first day with Yunseo! Oh yeah, I picked her up at 10.00 am, and we went to Batik House Kunto in Sidoarjo, with my mom, my father, my little sister (Fira and Ami), and my brother (Kiki). We learned how to make batik, and that isn't easy! A little bit hard :)
Yunseo Learned How To Make Batik
After that we continued our journey to Kebun Binatang Surabaya (Surabaya's Zoo). Before that, we took some pictures in front of Surabaya's Icon, Suro (Shark) and Boyo (Crocodile).
Surabaya's Icon
Those are the photos when we were in the Zoo
Sadness
Yunseo's style

Several animals there
From Zoo, we moved to Royal Plaza. Yunseo bought several Batik clothes for her family. After that we ate several foods in Pempek Ny. Farina and Piring Surabaya, such as: Pempek, tahu campur, rujak cingur. mie kluntung, nasi goreng, bakso, and soto ayam. The best food is Nasi Goreng, yes, Yunseo likes nasi goreng very much. Oh yaa! She ate chili inside nasi goreng, poor her :D
Yunseo sightseeing
Yunseo ate several foods
Kiki and I
FAMILY!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

An Answer! :D

Finally she answered my e-mail! On Thursday, 14 February 2013 :'D
Yunseo!!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Karya Tulis Ilmiah Bab2


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

“Karya sastra adalah karya seni yang menawarkan sejumlah nilai di dalamnya, dan sangat wajar apabila manusia mencari, menggali nilai-nilai itu dari sebuah karya sastra.” (Sumardjo, 1999:34). Dalam sebuah karya sastra terdapat nilai yang berhubungan dengan kehidupan nyata yang dialami oleh manusia. Ada beberapa jenis karya sastra, diantaranya: (1) pantun, (2) syair, (3) gurindam, (4) puisi, (5) cerita pendek, (6) roman, (7) dongeng, (8) legenda, (9) naskah drama, dan (10) novel.
      Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa  tokoh.” (Kosasih, 2012:60). Novel adalah salah satu jenis karya sastra yang ditulis oleh pengarang yang menceritakan tentang kehidupan tokoh, baik itu hanya satu orang saja maupun lebih. Di dalam novel, pengarang menceritakan kehidupan tokoh dengan berbagai persoalan yang cenderung rumit dan penuh intrik. Terkadang, kisah hidup tokoh sesuai dengan keseharian dan kebudayaan di lingkungan sekitar si pengarang, namun bisa juga merupakan pengalaman dari seseorang, dan bisa juga kisah tersebut merupakan cerita fiksi atau hanya sekedar imajinasi pengarang. Semakin banyaknya novel dengan kisah hidup tokoh yang berbeda, maka semakin luas pula lingkup yang terkandung dalam novel. Hal tersebut bersifat positif, karena membuat novel-novel menjadi penuh warna dan tidak bersifat monoton.
      Dalam sebuah karya sastra terdapat dua unsur penting, yang pertama adalah unsur ekstrinsik dan yang kedua adalah unsur intrinsik. “Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembentuk prosa yang berada di luar bangun cerita, tetapi keberadaannya menentukan terciptanya sebuah kisah atau cerita” (Latif, 1994:70). Unsur-unsur tersebut sangat berkaitan dengan kehidupan nyata yang dialami manusia dan menjadi latar belakang dari penulisan novel.
      Apabila unsur ekstrinsik merupakan unsur pembentuk dari luar cerita, maka berbeda halnya dengan unsur intrinsik. “Unsur-unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.” (Nurgiyantoro, 2007:23). Sebuah novel tidak akan terasa nyata apabila tidak mengandung unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik novel meliputi:
2.1. Sinopsis
      “Sinopsis merupakan ringkasan cerita yang mengutamakan alur atau plot yang tepat dan menarik dari suatu cerpen, novel atau drama” (Rosidi, 2009:52). Sinopsis adalah ringkasan dari sebuah cerita yang disajikan dengan bahasa sendiri tapi tetap memperhatikan kesesuaian urutan jalan cerita dengan jalan cerita yang asli. Membuat sinopsis merupakan suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan (novel) yang panjang dalam bentuk yang singkat.
2.2. Tema
      “Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya” (Aminuddin, 1984:107-108). Tema adalah gagasan utama dalam sebuah cerita, hal itu menunjukkan bahwa tema bak nyawa dalam sebuah cerita.
      “Tema menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.” (Kosasih, 2012:60). Tema memiliki ruang lingkup yang luas. Pengarang karya sastra dapat memilih tema apapun, seperti kemanusiaan, kekuasaan, kecemburuan, namun tema tidak hanya berhenti disitu. Tema perlu lebih dispesifikkan. Misalnya saja tema tentang kemanusiaan, tema kemanusiaan masih bersifat umum, dan bisa lebih dispesifikkan menjadi tolong menolong terhadap sesama manusia, atau kesetaraan derajat seluruh umat manusia, dan lain sebagainya. Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya.
2.3. Tokoh dan Penokohan
2.3.1. Tokoh
“Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.” (Sudjiman, 1988:16). Tanpa adanya tokoh, pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dalam sebuah cerita tidak akan tersampaikan, karena tidak ada lakon cerita.
2.3.2. Penokohan
      “Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh tersebut, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut: (1) Teknik analitik, karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang, (2) Teknik dramatik, karakter tokoh dikemukakan melalui: (a) Penggambaran fisik dan perilaku tokoh. (b) Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, (c) Penggambaran tata kebahasaan tokoh, (d) Pengungkapan jalan pikiran tokoh, (e) Penggambaran oleh tokoh lain” (Kosasih, 2012:68). Setiap tokoh mempunyai watak yang berbeda-beda. Hal tersebut bisa diketahui secara langsung melalui definisi pengarang atau secara tidak langsung yaitu melalui penggambaran fisik dan perilaku tokoh, lingkungan sekitar, tata bahasa tokoh, jalan pikiran tokoh, dan definisi atau pengilustrasian yang dilakukan oleh tokoh lain yang terlibat dalam cerita tersebut.
      “Jika dilihat dari fungsinya, tokoh dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: (1) protagonis, (2) antagonis, dan (3) tritagonis. Tokoh protagonis membawa misi kebenaran dan kebaikan untuk menciptakan situasi kehidupan masyarakat yang damai, aman, dan sejahtera. Namun, cita-cita tokoh protagonis ini tidak selalu mulus karena adanya perlawanan dari tokoh antagonis” (Hariyanto, 2000:10).
2.3.2.1. Tokoh Protagonis
       Tokoh protagonis adalah tokoh yang harus mewakili hal-hal positif dalam kebutuhan cerita. Tokoh ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik dan mederita sehingga akan menimbulkan simpati bagi penontonnya. Tokoh protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menenntukan gerak adegan” (Suban, 2009:68). Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
2.3.2.2. Tokoh Antagonis
      “Tokoh Antagonis adalah kebalikan dari tokoh protagonis. Tokoh dalam peran ini harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Tokoh antagonis ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antisipasi penonton” (Suban, 2009:68). Tokoh antagonis dalam sebuah cerita selalu berlawanan dengan tokoh protagonis, mereka (tokoh protagonist dan tokoh antagonis) tidak pernah akur.
2.3.2.3. Tokoh Tritagonis
      “Tokoh Tritagonis adalah tokoh pendamping. Baik untuk mendampingi tokoh protagonis maupun antagonis. Tokoh ini bisa menjadi pendukung atau penantang tokoh sentral, tetapi juga bisa menjadi penengah atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh yang didampinginya” (Suban, 2000:68). Dalam beberapa novel, tokoh tritagonis bertindak sebagai pelerai tokoh protagonis dan tokoh antagonis sehingga perselisihan mereka dapat berakhir.
2.4. Plot / Alur
      Peristiwa yang diatur atau diurutkan itu membangun tulang punggung cerita, itulah alur. Ada yang mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia. (Widajat, 1994:86). Sebuah karya sastra tanpa alur akan terasa hampa, tidak ada awalan, tidak akan timbul persoalan, dan apabila tidak timbul persoalan maka tidak ada penyelesaian. “Begitu juga apabila karya tersebut memiliki alur namun tidak mengandung konflik, cerita tersebut akan terasa begitu datar dan hambar. Intisari sebuah plot adalah konflik. Akan tetapi, sebuah konflik dalam cerita tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja. Harus ada dasarnya. Itulah sebabnya, plot sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut: (1) eksposisi atau perkenalan, (2) komplikasi atau permulaan konflik, (3) penanjakan konflik, (4) klimaks, (5) penyelesaian” (Widajat, 1994:86).
2.4.1. Eksposisi atau perkenalan
      “Pada tahap ini dijelaskan beberapa pelaku. Selain itu juga diceritakan di mana dan kapan cerita itu terjadi.” (Widajat, 1994:86). Tahap ini masih berupa permulaan. Dalam tahapan inilah keterangan-keterangan penting tentang tokoh dalam cerita yang masih ada hubungannya dengan tahapan berikutnya. Tahap ini masih berupa awalan, memperkenalkan tentang tokoh, latar belakangnya, masa kecil, dan hal-hal yang mendasar lainnya.
2.4.2. Komplikasi atau permulaan konflik
      “Pada tahap ini tokoh cerita mendapatkan berbagai kesulitan dan hambatan. Kesulitan atau hambatan itu bisa menyangkut fisik dan dapat pula berhubungan dengan batin yang dialami tokoh cerita tetapi intensitasnya masih lemah dan biasa-biasa saja” (Widajat, 1994:86). Pada fase inilah mulai muncul permasalahan, namun intensitas dan kadar kesulitannya masih sedikit.
2.4.3. Penanjakan konflik
      “Penanjakan konflik timbul ketika mulai terjadi peristiwa ketika tokoh antagonis berusaha memaksakan keinginannya kepada pelaku protagonis. Sebaliknya, pelaku protagonis menolak pemaksaan tersebut sehingga konflik semakin meningkat” (Widajat, 1994:86). Dengan kondisi yang seperti itu maka jalan cerita menjadi semakin runyam.
2.4.4. Klimaks
      “Pada tahap ini tokoh utama ingin memecahkan diri dari keruwetannya, tetapi keinginannya gagal karena tidak menemukan jalan untuk memenuhi idenya. Oleh sebab itu, tokoh utama tadi tetap pada kenyataan semula” (Widajat, 1994:86). Pada tahap ini pula perubahan-perubahan penting dalam hubungannya dengan nasib, sukses atau tidaknya tokoh utama dalam cerita itu dapat dilihat.
2.4.5. Penyelesaian
      “Di sini tokoh utama masih berusaha mencari jalan dari keruwetannya dalam situasi baru. Mungkin muncul orang ketiga yang menyebabkan beralihnya persoalan. Kehadiran orang ketiga ini memaksa tokoh utama memenuhi kewajiban yang belum diselesaikan” (Widajat, 1994:86). Terasa konflik mulai mengendor dan secara lambat mengarah pada penyelesaian
2.5. Latar / Setting
      Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang imajiner. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap dalam menerima pelaku ataupun kejadian-kejadian yang berada dalam latar itu (Kosasih, 2012:67). Beberapa pengarang dapat menggambarkan latar cerita dan terasa begitu hidup walau hanya dengan beberapa kalimat saja. Namun ada juga pengarang yang menggambarkan latar cerita dengan begitu panjang, berbelit-belit, bahkan ada yang mencapai lebih dari tiga paragraf dan itu cenderung membuat pembaca merasa bosan dengan penjelasan yang diberikannya. Penjelasan latar memang harus dijabarkan dengan jelas tanpa perlu berbelit-belit.
2.6. Sudut Pandang
      Point of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang ini terdiri atas dua macam sebagai berikut: (1) Berperan langsung sebagai orang pertama, (2) Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.
2.6.1. Posisi Pengarang dalam Membawakan Cerita
2.6.1.1. Berperan Langsung Sebagai Orang Pertama
Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan. Pengarang menjadikan dirinya sebagai salah satu tokoh dalam cerita. Ia menggunakan sudut pandang atau cara bercerita orang pertama, terkadang bisa menjadi tokoh utama dan bisa menjadi tokoh sampingan,
2.6.1.2. Hanya Sebagai Orang Ketiga Yang Berperan Sebagai Pengamat
Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat berarti pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi pada tokoh-tokohnya tanpa ia perlu masuk ke dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh.
      “Selain itu, sudut pandang suatu cerita dapat pula dibedakan sebagai berikut. Sudut pandang (point of view) adalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita. Posisi pengarang dalam menyampaikan ceritanya dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (1) Narator serba tahu, (2) Narator bertindak objektif, (3) Narator ikut aktif, (4) Narator sebagai peninjau” (Kosasih, 2012:70-71).
2.6.2. Posisi Pengarang dalam Menyampaikan Cerita
2.6.2.1. Narator Serba Tahu
Dalam kedudukan ini, pengarang memposisikan dirinya sebagai seorang narator yang mengetahui segala perilaku, sifat, dan pola pikir tokoh, sehingga ia dapat mendefinisikannya dengan jelas kepada para pembaca
2.6.2.2. Narator Bertindak Objektif
Dalam kedudukan ini, pengarang tidak ingin ikut campur dalam menjelaskan tokoh, ia hanya memberikan “pandangan mata” kepada pembaca, dan membiarkan pembaca menafsirkan sendiri apa yang diceritakan oleh pengarang.
2.6.2.3. Narator Ikut Aktif
Dalam kedudukan ini, narator berperan aktif dalam cerita sebagai suatu tokoh dimana ia hanya dapat mengamati dan menafsirkan perilaku tokoh utama atau tokoh lain tanpa bisa membaca pikirannya.
2.6.2.4. Narator Sebagai Peninjau
Dalam kedudukan ini, pengarang memilih tokoh lain untuk menceritakan tentang si tokoh utama. Sifatnya hampir sama seperti teknik orang pertama namun lebih fleksibel dan bebas dalam bercerita
2.7. Amanat
      “Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam cerpen akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskannya sampai tuntas” (Kosasih, 2012:71). Setiap cerita tentu mengandung pesan atau makna yang tersendiri. Untuk memahaminya, kita harus membaca keseluruhan karya tersebut, kemudian ambil kesimpulan mengenai cerita itu, resapi dan pahami, pasti kita dapat mengetahui maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam menuliskan karya tersebut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tamu Korea!



                Readers! Aku punya kabar bahagia! Ada anak korea yang mau nginep di rumahku! I mean, yaah, semacam home stay gituu :D
Namanya Jung Yunseo dari Busan, dia sekolah di Buheung High School. Wuaaah rasanya seneng banget! Nggak sabar nggak sabar nggak sabaaaaaaaaaar!!!!!! >w<
Sekedar flashback aja nih, tanggal 31 Januari atau 1 Februari, (aku lupa) aku dipanggil BK, aku dikasih tau bahwa ada event Sister City antara Surabaya dan Busan, dan ternyata aku ditawarkan untuk jadi home stay nya anak Korea. Tanpa pikir panjang dan minta persetujuan orang tua, aku langsung bilang ‘IYA’ dan dengan pedenya bilang, “Ibu saya pasti menyetujui kok bu, Ibu dan Bapak saya malah menyuruh saya untuk kenalan sama orang luar negeri. Biar banyak temen dan bisa belajar bahasa inggris dan bertukar budaya.” Dan ternyata emang bener iya ibu bapakku setuju sekali dengan adanya tamu istimewa itu. :D Terus hari Selasa, 5 Februari 2013 aku mengisi Biodata, terus 4 Februari TM orang tua. Semua berjalan lancar, Alhamdulillah mendapat respon positif dari berbagai pihak yang bersangkutan. Orang tuaku bahkan sangat excited sekali! Sampai-sampai hari ini, 10 Februari aku dan keluargaku mulai bersih-bersih, kerja bakti dan sedikit merubah desain interior (halah, aslinya cuma nggeserin meja doang ahhahaa) biar nggak terkesan monoton.

Dear Jung Yunseo, my family and I are waiting for your coming, we cleaned the house, we make a list of food, may be you like it, I asked to my friends what should I prepare for you, I sent an e-mail to know more about you I open a Korean book and I learn about your language, see, I can say Cincha? (Are you serious?) Annyeonghaseo (Hello), Othoke? (What should I do?), Oppa (brother), Eonni (Sister), Dongsaeng (Little brother), Jeungmal (Really) hehehe :D. I hope you enjoy with my house and my family. See you! ;)
 
Dan ini e-mail yang aku kirim untuk Yunseo, semoga dia bales e-mailku yaa :D 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Sadarilah

Untuk seluruh wanita dimanapun berada, sadarilah, Mulut adalah Cerminan Hati, dan Sikap adalah Cerminan Jiwa.  
Kecantikan wajah bukan segala-galanya. Akan terasa percuma jika wajahmu mempesona tapi tutur katamu kasar, dan perbuatanmu sangat tercela.
Jaga ucapanmu, bertuturlah dengan sopan, bersikaplah dengan anggun, perlakukan orang lain dengan lembut, sayangi mereka dengan sepenuh hati, berikan perhatian yang tulus untuk orang yang kamu sayang, hargailah sahabat dan orang-orang di sekitarmu, lindungi mereka, dan jangan tusuk mereka dari belakang. 
Jadilah wanita yang cerdas, rendah hati, lembut, tulus, dan penuh cinta. Karena kecantikan yang sebenarnya bukanlah di wajah. Kecantikan yang sesungguhnya ialah cantik di hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments